watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

WHO THE BOSS

Suatu hari di kantor, penampilan Sylvia,
sekretarisku, agak berbeda dari biasanya. Dengan
blazer dan rok mini yang serba merah, sangat
kontras dengan kulitnya yang putih mulus. Belum
lagi lipsticknya yang merah senada di bibirnya
yang mungil serta rambutnya yang ikal terurai,
membuat wajahnya yang judes menggemaskan
itu makin nampak sensual. “Kan hari ini ulang
tahunku, jadi boleh dong tampil beda,” jawabnya
waktu kupuji. “Kalau gitu pulang kantor nanti kita
langsung makan-makan ya,” kataku lagi. Sylvia
cuma mengangguk dibarengi dengan senyum
manisnya.
Pulang kantor, kami langsung menuju ke resto di
sebuah hotel bintang lima. Sambil makan, seperti
biasa kami ngobrol dan bercanda. Memang
hubunganku dengannya bukan hanya dalam
kerja saja, tapi juga dalam hubungan pribadi.
Sering dia aku ajak jalan, entah nonton atau
sekedar ke cafe. Dari cerita-ceritanya, aku jadi
tahu juga bahwa dia belum lama putus dengan
cowoknya yang orang Amerika. Bahkan lebih
jauh lagi, dia mengaku sering melakukan ML
selama pacaran dan sudah mencoba berbagai
gaya. Dan menurutnya yang paling membuat dia
puas adalah bila dia bisa mendominasi pacarnya
dengan gaya apapun. Entah kenapa dia begitu
terbuka padaku.
Selesai makan, aku sengaja membuatnya
surprise dengan memberinya hadiah menginap
di hotel tersebut. Kebetulan hari itu hari Jum’at
sehingga dia tidak usah memikirkan kerja esok
harinya. “Makasih ya..” bisiknya di telingaku
sambil mengecup pipiku. Aku kemudian
mengantarnya sampai ke kamar di atas dan
melanjutkan ngobrol sambil minum wine.
“Syl, kamu minta apa lagi nih sebelum aku
pulang?” tanyaku.
“Aku minta dua hal aja. Pertama, Bapak nggak
usah pulang, dan yang kedua, Sylvi pengen
gantian jadi boss malem ini aja, kan Bapak biasa
merintah, sekarang aku yang merintah Bapak ya,”
katanya agak manja.
Kaget juga aku mendengar permintaannya, dan
baru kuingat cerita dia yang suka mendominasi
pacarnya tadi. Karena sayangku padanya sembari
penasaran juga, langsung kuiyakan.
“Oke, kupenuhi permintaanmu bossku yang
cantik, sekarang aku siap melakukan apa saja
perintahmu, dan jangan panggil aku Bapak lagi
ya,” candaku lagi.
Bagai bermain sandiwara, dengan tetap duduk
dan menyulut rokok, Sylvi mulai memerankan
dirinya sebagai bossku, dan dengan wajahnya
yang memang judes itu pantas sekali dengan
perannya.
“Oke Jo, buktikan kata-katamu, sekarang aku mau
kamu buka seluruh pakaianmu sambil berdiri..!”
perintahnya langsung yang membuatku kaget
setengah mati.
“Buka semuanya Syl?” kataku lagi tak percaya.
“Iya..! kenapa? nggak mau?”
“Iy.. iya deh..” jawabku terbata-bata sambil
berdiri dan pelan-pelan mulai membuka satu
persatu pakaianku mirip penari striptease.
Bersamaan dengan lepasnya pakaian terakhirku
alias CD-ku, kulihat Sylvia menatap batang
kemaluanku yang masih belum bangkit sambil
mengepulkan asap rokoknya. Karena risih,
kusilangkan kedua tanganku menutupinya.
Namun tiba-tiba Sylvia beranjak dari tempat
duduknya lalu mengambil ikat pinggang di
celanaku. Tangannya kemudian menarik paksa
kedua tanganku ke belakang dan diikatnya dengan
ikat pinggangku. “Nah, begini lebih bagus khan?”
katanya lagi sambil duduk kembali di sofa. Kali ini
dia menyilangkan kakinya yang ramping itu agak
tinggi sehingga rok mini merahnya makin naik ke
atas. Kontan kelakianku mulai bangkit perlahan-
lahan melihat pemandangan indah pahanya yang
putih mulus serta padat berisi itu. Dan memang
ini yang diharapkannya.
“Ayo, tunjukkan seberapa besar punyamu,”
katanya lagi yang dilanjutkan dengan
diluruskannya kakinya ke depan hingga ujung
sepatunya yang runcing menempel di batang
kemaluanku. Dengan posisiku yang masih berdiri
dengan tangan terikat, makin tak karuan
perasaanku. Gesekan-gesekan ujung sepatunya di
kemaluanku membangkitkan sensasi tersendiri
dan malah justru membuatku ingin terus
mengikuti permainannya. Sesekali diputar-
putarnya sepatunya mengelilingi batang
kemaluaku yang makin mengeras sambil
terkadang mempertontonkan keindahan pahanya
dengan membuka sedikit kaki satunya. Tiba-tiba,
Sylvia menghentikan kegiatannya dan menarik
kakinya kembali. “Keenakan kamu ya Jo..
sekarang berlutut!” perintahnya yang
mengagetkanku, namun kuturuti saja kemudian
kemauannya. “Kamu harus berterima kasih sama
ini sepatu yang membuatmu keenakan,”
tambahnya lagi sambil melepas sepatu berhak
tingginya dan menyodorkannya ke mukaku.
“Tunjukkan terima kasihmu dengan cium ini
sepatu!” Belum lagi aku sempat teratur bernafas,
lubang sepatunya sudah menutupi hidung dan
mulutku sehingga aku menghirup langsung
aroma khas di dalamnya yang makin
membangkitkan nafsuku. Tangannya terus
menekan sepatunya ke mukaku dan tak
membiarkan aku menghirup udara segar,
sementara aku tak berdaya dengan posisi berlutut
dan tangan terikat. “Enak kan Jo..? kamu pasti
lebih suka lagi sama isinya deh..” katanya sambil
menarik sepatunya dari mukaku.
Dengan cepat diangkatnya kaki kanannya lurus ke
depan hingga kakinya hanya beberapa centi saja
di depan mukaku. Kutatap sejenak kakinya yang
indah dan bersih itu. Jari-jarinya mungil dan
putih, kontras sekali dengan cutex-nya yang
merah menyala.
“Tunggu apa lagi..? ayo cium kakiku!”
“Baik.. baik boss,” jawabku sambil perlahan
menundukkan kepalaku menghampiri kakinya.
Mulai kudaratkan bibirku di punggung kakinya
dan kugeser pelan dari atas ke bawah sambil
merasakan kehalusan kulitnya. Dari situ kugeser
lagi bibirku ke samping kakinya hingga ke mata
kaki yang membuatnya menggelinjang kegelian.
Sylvi nampak sangat menikmatinya sambil terus
mengepulkan asap rokoknya. Dinaikkannya
sedikit kakinya agar aku bisa menciumi telapak
kakinya yang berlekuk indah itu. Sylvi makin
kegelian dan mulai merintih pelan waktu kucium
sepanjang telapak kakinya yang beraroma khas,
namun justru makin membangkitkan nafsuku.
“Ayo, keluarin lidahmu, jilatin cepet!” perintahnya
lagi yang langsung kukerjakan dengan penuh
nafsu. Dari jilatan panjang telapak kakinya,
kuakhiri di bawah jari-jari kakinya yang membuat
Sylvi menggeliat dan menarik kakinya mundur.
“Buka mulutmu!” perintahnya. Belum lagi
mulutku terbuka semua, ujung kakinya
didorongnya masuk sehingga jari-jari kakinya
yang mungil berada di mulutku sampai aku
gelagepan. Tanpa menunggu perintahnya,
kumainkan lidahku disela-sela jarinya sambil
sesekali menghisapnya. Kulihat kepala Sylvi
menengadah ke atas, tanda menahan geli yang
sangat. “Isep satu persatu jariku!” demikian
pintanya. Sambil kuhisap satu demi satu, diam-
diam Sylvi membuka sepatu kaki kirinya dan
langsung mengarahkannya ke hidungku yang
bebas, lalu menjepitkan jari-jarinya di situ. Kini
lengkap sudah kedua kakinya yang mungil itu
terlayani sekaligus. Satu di mulutku dan satunya
di hidungku. Sementara itu, aku makin bisa
menikmati permainan yang penuh sensasi ini,
bahkan makin penasaran menunggu perintah
selanjutnya.
Kegiatan tadi cukup membuatnya berkeringat,
walaupun AC di kamar cukup dingin. Sylvi
sekonyong-konyong menghentikan
permainannya dan berdiri meninggalkanku yang
masih dalam posisi berlutut. Dari kejauhan kulihat
dia mulai melepas blazer dan bajunya sekaligus,
sementara BH dan rok mininya masih dibiarkan
menempel. “Jo, coba kemari!” teriaknya dari
depan lemari kamar. Aku kemudian
menghampirinya dan berdiri di belakangnya.
“Lihat badanku berkeringat nih.. ayo jilatin!”
perintah Sylvy makin menggila dan membuatku
kaget. Namun aku yang tak berdaya dengan
tangan masih terikat ini cuma bisa memenuhi
permintaannya saja. Dari posisiku berdiri, kembali
batang kemaluanku berdenyut-denyut
memandang kemulusan kulit tubuhnya bagian
atas yang putih bersih serta mengkilap karena
keringatnya. Dan waktu kutempelkan bibirku di
bahunya, “Aaah..” tercium aroma tubuhnya yang
sangat merangsang gairahku. Campuran antara
parfum dan keringatnya ini membuatku tak
langsung menjilatinya, namun kugunakan hidung
dan bibirku terlebih dahulu untuk menghirup
sepuas-puasnya keharuman tubuhnya. Sylvipun
tak menolak, bahkan menggeliatkan tubuhnya
waktu ciumanku berpindah dari bahunya ke
sepanjang lehernya yang putih mulus. Tak
kulewatkan gigitan-gigitan kecil di telinganya
sebelum Sylvi menyibakkan rambutnya dengan
tangan kirinya memintaku turun ke tengkuknya
yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu.
Dari situ, lidahku mulai menari-nari dengan turus
turun menyusuri punggungnya yang mengkilap
hingga ke atas rok mininya yang masih
menempel kencang. Wajahku lalu kugerakkan ke
arah pinggangnya yang ramping, dan waktu
Sylvi menggeliat dengan kedua tangan ke atas,
wajahku kugeserkan ke atas menuju ketiaknya
yang terbuka lebar. Sylvi makin menggelinjang
waktu bibir dan hidungku berputar-putar di
ketiaknya yang putih bersih tanpa bulu itu,
sampai-sampai lengannya dirapatkan kembali
hingga kepalaku terhimpit di situ. “Mulai nakal ya
kamu,” desah Sylvi sambil menahan geli. Tak
banyak yang bisa kulakukan kecuali menghirup
aromanya yang penuh sensualitas itu.
Entah apa lagi yang akan dilakukannya. Silvy
melepaskan kepalaku tiba-tiba lalu berbalik dan
menyuruhku kembali berlutut. Dengan gerakan
refleks, tangannya masuk ke dalam rok mininya
dan menarik celana dalamnya ke bawah. Begitu
lepas, Sylvi langsung merenggangkan kakinya
dan mengangkat sedikit demi sedikit rok mininya
dengan kedua tangannya, hingga muncul
pemandangan indah tepat di depan wajahku.
Bagian bawah kemaluannya nampak mengintip di
balik rok mininya yang tersingkap. Batang
kemaluanku makin keras memandangnya,
apalagi dibarengi dengan liukan-liukan erotis
pinggulnya yang menggodaku.
“Kamu pasti mau merasakannya kan?” goda
Silvy.
“Ayo, tunggu apa lagi? lumat sepuasnya!” katanya
keras sambil menjambak rambutku dan
menariknya ke dalam rok mininya.
Wajahku jadi terbenam di selangkangannya
dengan posisi terus berlutut dan kedua tanganku
yang masih terikat ke belakang. Mulailah bibir dan
lidahku menjalankan tugasnya dengan melumat
liang kemaluannya yang ternyata sudah basah
sedari tadi. Aroma khasnya di situ makin
membangkitkan nafsuku untuk memainkan
lidahku dengan liar. dan membuat liukan-liukan
Sylvi menjadi makin tak karuan menahan nikmat
yang tiada tara. Kadang-kadang kakinya bergetar
waktu bibirku menemukan clitorisnya dan
mengemutnya lembut.
Merasa tak tahan lagi, Sylvi malah menaikkan kaki
kirinya ke atas meja koper di sampingnya,
sehingga praktis rok mininya tak menutupi apa-
apa lagi. Liang kemaluannya makin terbuka lebar
yang membuat lidahku makin leluasa menjilat
dan mengemut segala sudutnya. Tangannya
makin keras menjambak rambutku ikut mengatur
gerakan-gerakan kepalaku di selangkangannya,
sampai akhirnya dengan sekuat tenaga
ditekannya dalam-dalam wajahku dibarengi
dengan hentakan-hentakan pinggulnya yang
hebat. “Aghh.. agghh,” teriaknya lepas
menandakan telah tercapainya puncak
kenikmatan di dirinya. Kedua pahanya
menghimpit keras kepalaku beberapa saat
lamanya. Sementara itu wajahku pun tak bisa
banyak bergerak dan hanya bisa menikmati
hangatnya cairan yang membanjir dari liang
kewanitaannya.
Pelan-pelan himpitannya pahanya mengendur,
lalu dia menyuruhku duduk di kursi tegak di
depan meja rias. Sylvi tetap tak membuka ikatan
tanganku, bahkan memindahkannya ke belakang
kursi, sehingga posisiku mirip orang tahanan
yang sedang diinterogasi. Bedanya aku dalam
keadaan bugil total dengan batang kemaluanku
yang berdiri tegak dan sulit turun, apalagi melihat
di kaca rias, Sylvi mulai memerosotkan rok mini
merahnya di sebelahku. Beberapa detik kemudian
Sylvi membuat kejutan lagi dengan segera duduk
di meja rias depanku dengan posisi kaki
mengangkang dan tangan menumpu ke
belakang. Sengaja rupanya dia berbuat begitu
agar aku makin tersiksa memandang segarnya
kemaluan wanita muda ini serta keindahan
tubuhnya tanpa bisa berbuat apa-apa, walaupun
masih tersisa BH mini hitamnya yang membuat
buah dadanya menyembul bak hendak keluar.
Masih dengan liukan-liukan erotisnya dengan
wajahnya yang dingin penuh sensualitas
menatapku, pelan-pelan kedua kakinya diturunkan
sambil memajukan tubuhnya hingga kakinya
terkangkang menghimpit pinggir kursi yang
kududuki. Ingin rasanya segera kutusukkan
batang kemaluanku yang tepat berada di bawah
kemaluannya, namun Sylvi punya sensasi lain.
Mataku yang kini tepat di depan buah dadanya
harus memandang gerakan tangannya yang
perlahan ke belakang, membuka kaitan BH-nya
dan melemparnya jauh. Kedua tangannya lalu
dilepaskannya ke samping sambil lebih
menegakkan badannya membiarkan mataku tak
berkedip memandang kedua bukitnya yang tak
begitu besar namun bulat padat dan mancung ke
depan. Putingnya yang nampak menegang
berwarna merah muda itu sangat kontras sekali
dengan warna kulitnya yang putih mulus.
Sylvi membuatku makin panas-dingin dengan
gerakan tangannya kemudian yang memelintir-
melintir sendiri putingnya sambil meliuk-liuk.
“Kamu pasti mau ini!” kata Sylvi menggodaku.
“Iya boss.. aku mau.. please,” pintaku
menyambung.
“Ayo jilat!” perintahnya sambil tiba-tiba
menyodorkan buah dadanya ke depan.
“Slurp.. slurp..” lidahku menjilat-jilat putingnya
dengan ganasnya bak makan ice cream.
Bersamaan dengan itu Silvy menurunkan tubuh
mungilnya sehingga batang kemaluanku yang
makin tegak mengeras terbenam ke dalam
lubang kemaluannya. “Aaakh..”, desah kami
hampir bersamaan merasakan nikmat yang
penuh sensasi ini. Tubuhnya bergoyang hebat
seirama dengan membabi butanya bibir dan
mulutku menjelajah kedua bukitnya yang
berguncang-guncang bebas. Keringatnya yang
deras di situ makin melicinkan jalannya bibirku
berpindah-pindah di kedua bukitnya.
“Ayo gigit.. isep sepuasmu!” perintahnya lagi
sambil meluruskan kedua tangannya
berpegangan pada ujung atas kursiku. Gerakan
pinggulnya yang kadang berputar kadang naik-
turun membuat batang kemaluanku bagai
dikocok dan terasa semakin licin menembus
lubang kemaluannya dari bawah. Ketika
goyangannya makin cepat, kembali mendadak
Sylvi menghentikan gerakannya dan mengangkat
tubuhnya buru-buru. “Aku mau ganti posisi,”
katanya cepat sambil membuka ikatan tanganku,
lalu naik ke tempat tidur dengan posisi
merangkak. Pantatnya yang putih mulus
menungging di hadapanku membuatku
berinisiatif menciumi bongkahan pantatnya
bersamaan dengan kubukanya kedua pahanya
lebih lebar dengan tanganku yang sudah bebas.
Sylvi tak tahan, apalagi waktu kujilat panjang
berulang-ulang di sepanjang belahan pantatnya.
“Cepaat masukkan,” teriaknya menahan geli.
Segera kuhujamkan batang kemaluanku ke
lubang kemaluannya dari belakang. Sylvi
meronta-ronta kenikmatan waktu gerakan
memompaku makin cepat, apalagi dibarengi
kedua tanganku yang begerilya meremas-remas
buah dadanya di depan.
Kembali Sylvi tak tahan, dan dia menginginkan
permainan ini diakhiri dengan posisi berhadapan.
Tubuhnya membalik dengan cepat dan
menjepitkan kedua kakinya di pinggangku.
Dengan cepat kupompakan batang kemaluanku
yang disambut kembali dengan goyangan
pinggulnya yang seksi. Sylvi lalu melepaskan
jepitan kakinya dan menaruh ujung kakinya di
kedua bahuku.
“Gunakan mulutmu.. ciumi apa yang ada,”
perintahnya sambil tersengal-sengal.
“Baik boss,” jawabku lagi sambil meraih kedua
kakinya yang indah itu ke wajahku dan kujilat-
kujilat dengan lahap telapak kakinya.
Goyangan pinggulnya menjadi semakin menggila
mengikuti kegelian di kakinya. Sementara posisi
batang kemaluanku yang masuk tegak lurus ke
liang kemaluannya membuatnya makin
mendekati klimaks. Benar saja, Sylvi melebarkan
pahanya tiba-tiba dan menarik tubuhku ke
arahnya.
“Lebih cepat.. ayo!” perintahnya yang segera
kuikuti dengan hujaman batang kemaluanku yang
makin dalam dan cepat dibarengi dengan
mulutku yang kini mendarat di buah dadanya
kembali.
“Ahh.. ahh.. agghh..” teriak Sylvi bersamaan
dengan tubuhnya yang melengkung ke atas
menandakan kenikmatan tiada tara.
Sylvi yang mengetahui aku belum mencapai
klimaks langsung meraih batang kemaluanku dan
mengocoknya cepat. “Aku mau kau keluarkan di
mulutku.. cepat!” kata Silvy sambil membuka
bibirnya yang sensual itu tepat di depan batang
kemaluanku. “Iyya boss.. iyya,” jawabku
tersengal-sengal menahan nikmat. “Aaagghh..”
erangku kemudian berbarengan dengan
menyemburnya cairan dari ujung batang
kemaluanku yang langsung memenuhi mulut
dan wajah Sylvi. Tak Cuma berhenti disitu saja.
Sylvi kemudian menjilat-jilat sisa cairan di
sepanjang batang kemaluanku, memainkan
lidahnya di ujung kepalanya, dan diakhiri kuluman
lembut dengan memasukkan dalam-dalam
batang kemaluanku ke mulutnya yang
membuatku bagai terbang di awan.
“Sylvi jadi bossku terus aja yah,” kataku sambil
mengecup bibirnya lembut setelah kami
beristirahat.
“Kenapa.. suka ya permainan tadi? kalo gitu
ciumin lagi tubuhku sebelum masa jabatanku
berakhir,” katanya lagi yang kali ini agak manja.
“Dengan senang hati boss,” jawabku sambil
mulai menjilati kembali tubuh bugilnya yang
mulus dan menelentang pasrah itu tanpa ada
yang terlewatkan.
Hari Seninnya, pagi-pagi di kantor, kami bertemu.
“Selamat pagi boss,” sapa kami bersamaan. Aku
dan Sylvi saling memandang sejenak lalu tertawa
bersama. So, who’s the boss?


Adult | GO HOME | Exit
1/930
U-ON

inc Powered by Xtgem.com